Sabtu, 12 Desember 2015

Petunjuk Rasul Sesuai dengan Bahasa Kaumnya

Tidak ada komentar:

Petunjuk Rasul Sesuai  dengan Bahasa Kaumnya

Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Tafsir Al-Qur’an
Dosen pengampu: M. Zaenal Arifin, S.Ag, M.HI.
MAKALAH
Logo_STAIN_Kediri.jpg
Disusun oleh:
Umi Kulsum (933600514)
PROGRAM STUDI AKHLAK TASAWUF
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
 (STAIN) KEDIRI
2015


PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan media yang paling penting dalam menjalin hubungan dan komunikasi diantara manusia. Allah Swt memandang kemampuan berbahasa dan bertutur kata sebagai anugrah besar yang diberikan kepada manusia sebagai firman-Nya pada pembukaan surah Ar Rahman. Para Nabi yang diutus oleh Allah Swt  untuk memberikan petunjuk kepada manusia harus bertutur kata dan berbicara dengan mereka dengan bahasa kaum tempat para nabi itu diutus. Apalagi dimasa Nabi Muhammad SAW masyarakat jahiliyah Arab hidup pada kondisi yang sangat mengenaskan dan atas dasar ini, Allah mengutus Nabi dikalangan Arab. Terkait dengan kondisi masyarakat jahiliyah pra- islam dan kedatangan Rasululloh Saw. Ali As bersabda,”Allah mengutus Nabi ketika manusia sedang tersesat dalam kebingungan dan sedang bergerak kesana- kesini dalam kejahatan. Hawa nafsu telah menyelewengkan mereka dan tipu daya telah menyimpangkan mereka.Kejahiliyahan yang amat sangat telah membuat mereka menjadi amat tolol. Mereka dibingungkan oleh ketidakpastian oleh hal-hal dan kejahatan jahiliyah. Kemudian Nabi Saw berusaha sebaik-baiknya dalam memberikan nasehat yang tulus. Beliau sendiri berjalan dijalan yang benar dan memanggil (mereka) kepada kebijaksanaan dan nasehat yang baik.
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa bagaimana Allah mempermudah penyampaian petunjuk untuk umatnya. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan membahas  bagaimana pengguunaan bahasa Rasul pada saat menyampaikan petunjuk dari Allah untuk kaumnya.



Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Allah memberikan kemudahan bahasa dalam petunjuknya?
  2. Apa  respon yang dilakukan oleh kaumnya?
  3. Konsekwensi apa yang didapatkan atas respon tersebut?

Tujuan Makalah
  1. Pembaca dapat memahami bagaimana Allah memberikan kemudahan bahasa dalam petunjuknya.
  2. Pembaca dapat memahami bagaimana respon yang dilakukan oleh respon tersebut.
  3. Pembaca dapat mengerti bagaimana konsekwensi yang didapat oleh kaum tersebut.








PEMBAHASAN
Secara alamiah, perbuatan manusia diiringi oleh reaksinya sendiri,orang yang menutup mata,telinga dan akalnya dari kebenaran, berada dalam kesesatan.Selain itu kehidupan mereka berada dalam kesempitan.[1]
Pada masa Rasul, Allah sudah memberikan petunjuk untuk disampaikan kepada umatnya. Dan dalam hal ini Nabi tidak pernah lalai menjalankan tugasnya dan mereka berbicara dengan bahasa kaumnya berdasarkan tingkat pemahaman masing-masing. Telah dijelaskan dalam Al Qur’an surah Ibrahim Ayat 4 :
وما ار سلنا من ر سول الابلسان قومه ليببن لهمىفيضل الله من يشا ء ويهد ي يشا ء وهو العزيز الحكيم (ع)

Artinya: ”Dan tidaklah Kami mengutus Rasulpun kecuali dengan bahasa kaumnya supaya dia dapat menjelaskan kepada mereka. Maha Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki dan Dialah Tuhan Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sesuai ayat diatas, didalam kitab terjemahan Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa,Allah SWT berfirman , bahwa Dia Yang Maha Bijaksana sebelum mengutus para RasulNya yang dapat menggunakan bahasa kaum atau umat yang mereka datangi untuk memudahkan mereka memahami dan mengerti apa yang di bawa oleh para Rasul itu.[2]

Diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Abu Dzar r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
    لميبعساللهغزوجلنبياإلابلغةقومه                                                                                                                                        Artinya: “Allah tidak mengutus seorang Nabi melainkan dengan menggunakan bahasa kaumnya”.
            Allah berfirman, bahwa sesudah memperoleh keterangan dari para rasul  itu dalam bahasa mereka pahami ,maka Allah menyesatkan siapa yang dikehendakiNya dari umat yang di datangi para Rasul itu dan memberi hidayat siapa yang dikehendakiNya.
            Demikianlah Sunnah Allah dan kebijaksanaanNya yang tidak mengutus seorang Rasul kepada suatu kaum, melainkan dengan bahasa yang di pahami oleh kaum itu, sehingga dengan demikian , tiap Nabi dan Rasul tidak hanya tertuju kepada kaum atau bangsanya saja, tetapi tertuju kepada seluruh umat manusia, sebagai Nabi terakhir dan pembawa kitab suci terakhir dari sisi Allah, sebagaimana firman Allah:
قل يِاأ يها النا أني رسول الله إليكم جميعا (ا لآعراف 158    )

Artinya: katakanlah , “ wahai umat manusia, sesungguhnya aku ini adalah pesuruh  Allah kepada kamu sekalian “.
Dan bersabda Rasulullah saw, menurut riwayat Bukhori dan Muslim dari Jabir:
اعطيت خمسا لم يعطهن أحد من الآ نبيا ء قبلي, نصرت با لر عب مسيرة شهر و جعلت لي الغنا ئم ولم تحل لآ حد قبلي و آعطيت الشفا عة وكان النبي يبعث آلي قومه خا صة وبعثت آ لي الناس عامة                                                  
Artinya: “ Aku telah memperoleh lima macam pemberian dari Allah yang tidak diperolehnya oleh seorang Nabi sebelum aku. Aku dimenangkan perang karena rasa takut yang mencekam musuhku dari kejauhan perjalanan sebulan: Bumi dijadikan bagiku sebagai masjid dan sarana penyuci: rampasan perang (ghanimah) dihalalkan bagiku padahal tidak dihalallkan bagi seseorang sebelum aku,Aku diberinya fasilitas memberi syafaat, dan setiap Nabi sebelum aku, hanya diutus kepada kaumnya saja sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia”.[3]
Mengenai maksud dan arti  huruf- huruf yang menjadi pembukaan surat ini diuraikan dalam tafsir-tafsir terdahulu .
Allah berfirman, inilah kitab yang Kami turunkan kepadamu, hai Muhammad , ialah Al-Qur ‘an yang mulia dan yang termulia di antara kitab-kitab yang pernah Kuwahyukan sebelumnya dan diturunkan-Nya kepada Rasul yang termulia juga Rasul –rasul yang pernah Ku-utus kepada umat manusia di bumi ini. Dan Kami mengutusmu, hai Muhammad dengan membekalimu Al-Qur’an ialah agar engkau keluarkan manusia dari kegelapan dan bawalah mereka ke jalan yang terang  benderang dengan seizin Tuhan mereka yang memberi petunjuk lewat RasulNya kepada jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT yang maha perkasa yang tidak terkalahkan. Yang maha terpuji dalam segala perbuatanya perintahNya. Tuhan yang memiliki segala apa yang ada di langit dan apa yang di bumi, maka celakalah orang-orang kafir yang menentangmu,hai Muhammad dan yang mengutamakan kehidupan duniawi mereka diatas kehidupan di akhirat kelak, sehingga semua amal perbuatan mereka hanya tertuju untuk kebahagiaan duniawi  saja sedang amal perbuatan yang untuk kebahagiaan mereka diakhirat  mereka lupakan dan ditinggalkan di belakang punggul mereka. Disamping itu mereka selalu menghalang -halangi orang dari jalan Allah, jalan yang ditempuh oleh para RasulNya dan selalu menghendaki agar jalan Allah itu bengkok dan miring. Demikianlah kesesatan dan kebodohan mereka dan niscaya kelak diakhirat mereka akan menerima siksa yang pedih sebagai pembalasan atas perbuatan dan tingkah laku mereka didunia.
Sedangkan didalam tafsir Al Misbah,Qur’an surah ibrahim ayat 4 menerangkan bahwa,mereka yang mengalami siksa pedih itu adalah orang –orang yang sungguh-sungguh serta antusias lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat  yakni memperturutkan  nafsu mereka sehingga mengorbankan kepentingan akhirat untuk meraih dunia dan senantiasa menghalang – halangi manusia dari jalan Allah yang lurus dan menginginkannya yakni menginginkan agar jalan lurus itu menjadi bengkok dengan jalan melakukan tipu daya dan kebohongan untuk memperburuk citranya. Mereka itu adalah kekufuran  dan upaya tipu daya itu berada  dalam jurang wadah kesesatan  yang jauh sehingga sangat sulit kembali ke jalan yang benar dan dengan demikian sulit pula memperoleh keselamatan.[4]
Firman-Nya     :                                               (يستحبون الياة الجدنيا علي الآ خرة)
Lebih menyukai dunia dari pada akhirat adalah memilih aneka kenikmatan hidup duniawi sambil mengbaikan secara penuh tuntutan beramal untuk meraih kenikmatan kehidupan hidup ukhrawi. Yang mestinya dilakukan adalah menjadikan kenikmatan hidup ukhrawi sebagai sarana dan tujuan akhir dari segala aktivitas duniawi. Dengan demikian ayat ini bukan kecaman bagi mereka yang memperhatikan dunianya selama perhatian itu dimaksudkan untuk dijadikan sarana memperoleh kebahagiaan ukhrawi. Ini karena tidak ada jalan untuk meraih kebahagiaan ukhrawi melalui amal duniawi.[5]
وبتغ فيما ءاتا ك الله الدار الآخرة ولا تنس نصيبك من الد نيا                                                                                                                                                                                  
“Dan carilah melalui apa yang dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. Demikian nasehat yang ditunjukkan kepada Qarun dan yang disetujui dan diabadikan oleh Al Qur’an (QS. Al-Qashash[28]:77). Karena itu pula, sungguh keliru mereka yang mengarahkan segala aktivitasnya dalam bentuk amalan-amalan ibadah mahdhah (murni), bukan saja karena ini memincangkan kegiatannya ,  tetapi juga merugikannya. Bukankah “amal-amal duniawi” kalau istilah ini benar, justru lebih produktif dan menguntungkan guna meraih kebahagiaan ukhrawi.[6]
Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk dwi dimensi yang diciptakan dari tanah dan ruh. Unsure tanahnya melahirkan kecenderungan kepada kenikmatn duniawi sedang unsur jiwanya mengundang untuk meraih kenikmatan ukhrawi. Manuisia harus mampu memenuhi kedua kecenderungan itu secara proporsional. Sebagian manusia mengabaikan tuntutan unsur ruhaniahnya. Ini serupa juga dengan membelokkan hidupnya ke arah  jalan yang berbeda dengan jalan yang dikehendaki Allah, dan dengan demikian, iapun dapat dinilai menghakang-halangi dirinya yakni fitrah kemanusiaannyadan atau menghalangi orang lain dari jalan yang dikehendaki Allah untuk ditelusuri oleh umat manusia dan menginginkanya menjadi bengkok sehingga tidak sesuai dengan fitroh yang Allah ciptakan manusia atasnya yaitu menggabung secara serasi dan dalam kadar-kadar yang sesuai antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Demikian makna lain dari firmannya (ويبغو نها عوجا) dan menginginkanya menjadi bengkok           
Kesesatan mereka sama sekali bukan karena tidak jelasnya tuntutan atau kurangnya informasi yang mereka terima. Betapa tuntutan Kami kurang atau tidak jelas padahal berkali-kali dan beraneka ragam tuntutan itu dan disamping itu tidaklah kami mengutus seorang Rasulpun sejak yang pertama hingga yang terakhir kecuai dengan bahasa lisan dan fikiran sehat kaumnya supaya dia yakni Rasul itu dapat menjelakan dengan gambling melalui bahasa lisan dan keteladanannya kepada mereka tuntunan Kami itu. Maka ada diantara kaum yang mendengar penjelasan Rasul itu yang membuka mat hati dan fikirannya sehingga dibri kemammpuan oleh Allah melaksanakan petunjukNya dan ada juga yang menutup mata hatinya sehingga sesat. Memang Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki untuk Dia sesatkan dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki bila yang bersangkutan ingin memperoleh petunjuk dan Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa  yang tidak dapat dielakkan ketetapanNya lagi maha bijaksana dalam segala perbuatanNya.
Ayat ini bukan berarti Rasululloh saw. Hanya diutus untuk kaum yang berbahasa arab. Ayat ini agaknya turun untuk menjawab dalih sementara kaum musyrikin Mekah yang mempertanyakan mengapa Al Qur’an dalam bahasa Arab. Disisi lain sangat wajar setiap Rasul menjelaskan tuntunan Illahi dalam bahasa sasaran dakwahnya, karena umat dituntut untuk memahami ajaran Ilahi, bukan menerimanya tanpa pemahaman. Sekali lagi walau Nabi Muhammad saw. Diutus untuk semua manusia, namun  karena manusia tidak memiliki bahasa yang sama, maka sangat wajar jika bahasa yang digunakan adalah bahasa dimana ajaran itu pertama kali muncul. Sejarah kemanusiaan hingga dewasa ini membuktikan bahwa tidak ditemui suatu ajaran yang bersifat universal,sekalipun yang sejak awal lahirnya langsung menggunakan bahasa di luar bahasa masyarakat yang ditemuinya pertama kali.[7]
Atas dasar semua yang diuraikan diatas, agaknya tidak berlebih jika dikatakan bahwa Allah mengutus setiap Rasul dengan bahasa kaumnya yakni bahasa lisan mereka serta tuntutan-tuntutan yang sesuai tingkat pemahaman dan pemikiran kaum yang berakal yang hidup pada masa rasul itu diutus,karena seandainya tidak sesuai dengan pikiran sehat mereka, maka tentu saja ajaran yang disampaikan oleh sang rasul tidak akan berkenan di hati dan pikiran mereka. Itu pula sebabnya sehingga setiap Rasul membawa bukti kebenaran yang sejalan dengan kemahiran
kaum yang dihadapinya, dan karena itu pula ajaran Ilahi yang mereka sampaikan sejalan dengan perkembangan setiap masyarakat, dan dari sini juga dapat dimengerti mengapa terjadi perubahan rincian syari’at Rasul sesudahnya.













PENUTUP
KESIMPULAN
Disamping bahasa merupakan alat komunikasi, bahasa juga merupakan sebagai cerminan dari pikiran dan pandangan pengguna bahasa itu. Bahasa dapat menggambarkan watak dan pandangan masyarakat pengguna bahasa itu. Komunikasi akan tersampaikan apabila menggunakan bahasa yang sama dan dapat dimengerti oleh komunikan.
Begitu pula dengan bahasa petunjuk Rasul yang sesuai dengan bahasa kaumnya. Allah sudah merencanakan sebelumnya, agar umat Rasul dapat memahami apa yang disampaikan melalui petunjuknya. Namun tidak semua umat yang menerima petunjuk tersebut, apalagi pada zaman Rasul,banyak orang-orang kafir yang menentang dan mendustakannya, yang mengutamakan kehidupan duniawi saja,serta mereka menghalag-halangi orang dari jalan Allah SWT. Demikian kesesatan dan kebodohan mereka dan niscaya kelak di akhirat mereka akan menerima siksa yang pedih sebagai pembalasan atas perbuatan dan tingkah laku mereka di dunia.








DAFTAR PUSTAKA

sejenak bersama AlQur’an”. Tafsir Al-Qur’an(online), 2014,( http:www.shadiqin.co.id,diakses tanggal 23 Februari 2015).
Katsir,Ibnu.Tejemahan Sigkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4,H.Salim Bahreizi.Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005.
Shihab,Quraish,M.Tafsir Al Misbah:pesan,kesan,keserasian AlQur’an .Jakarta:Lentera Hati,2002.
Mengapa Al-Qur’an Berbahasa Arab”2010,(http:www.Islam Quest.com, , diakses tanggal 23 Februari 2015).












LAMPIRAN

تفسير ابن كثير سوراه ابراهيم ايه ع
 هذ من لطفة تعا لي بخلقة أ نه ير سل إ ليهم ر سلا منهم بلغا تهم ليفهموا عنهم ما يريدون وما أ ر سلوا به إ ليهم, كما روى الا ما م احمد حد ثنا و كيع عن عمر ين ذر قال: قال مجا هد عن أ بي ذ ر قال: قال رسول ا لله "لم يبعث ا لله عزوجل نبيا إ لا بلغة قو مه". وقوله ( فيصل ا لله من يساء ويهدي ميشاء) أ ي بعد ا لبيا ن و إقا مة الحجة عليهم, يضل الله من يشاء من وجه ا لهدي, ويهدي من يشاء إ لي ا لحق ( وهوالعزيز) الذي ما شاء كان وما لهم يشأ لم يكن (ا لحكم) في ا فعل له, فضل من يستحق الإ صلال, ويهذي من هو أ هل لذ لك, وقد كانت هذه سنته في خلقه أ نه ما بعث نبيا في أ مة إ لا أ ن يكون بلغتهم, فاختص كل نبي بإ بلا غ رسا لته الي أ مته دون غير الناس, كما ثبت في الصحيحين عن جا بر قال: قال رسول لله " أ عطيت خمسا لم يعطهن أ حدمن الا نبياء قبلي: نصرت با لرعب حسيرة شهر, وجعلت لي الأ رض مسجدا وطهورا,وأ حلت لي الفنا ءم ولم تحل لأ حد قبلي, وأ عطيت الشفا عة, وكا ن النبي يبعث إلي قومه خا صة وبعثت إ لي الناس عا مة. " وله شوا هد من وجو ه كثيرة, وقال تعال " قالا يا ا لناس إ ني رسول ا لله إ ليكم حميعا.









[1] “Tafsir Al-Qur’an”sejenak bersama AlQur’an,http:www.shadiqin.co.id, 01 April 2014,diakses tanggal23 Februari     2015.
[2] Ibnu Katsir,Tejemahan Sigkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4,H.Salim Bahreizi (Surabaya:PT ina Ilmu, 2005) 498.
[3] Ibid., 51.
[4] M.Quraish Shihab,Tafsir Al Misbah:pesan,kesan,keserasian AlQur’an ,(Jakarta:Lentera Hati.2002),13.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] “Mengapa Al-Qur’an Berbahasa Arab”,http:www.Islam Quest.com, 27 Januari 2010, diakses tanggal 23 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top